TEMPO.CO, Jakarta - Atlet 16 tahun dari India, Saurabh Chaudhary, langsung menelepon ke rumahnya dari Stadion Jakabaring Sport City Palembang, Sumatera Selatan, ketika memastikan meraih medali emas Asian Games 2018 dari cabang menembak nomor 10 meter air pistol putra.
"Saya telepon ke rumah. Siapa pun yang mengangkat saya ajak bicara untuk mengabarkan saya dapat emas," kata Saurabh, Selasa.
Baca: Drama di Balik Medali Emas Eko Yuli di Angkat Besi Asian Games
Saubrah adalah seorang anak petani dari sebuah daerah bernama Meerut, India. Ia datang dari keluarga kurang mampu, sehingga orangtuanya tidak punya telepon seluler.
Setelah menang di final, lelaki kelahiran 11 Mei 2002 ini disodori gawai oleh seorang ofisial India. Ia kemudian menelepon rumahnya, meski tidak jelas siapa yang menjawab di ujung sana.
"Setelah itu, Presiden NRAI (Asosiasi Menembak India-Red) Raninder Singh menelepon saya, mengucapkan selamat," katanya.
Berdasarkan catatan di website resmi Asian Games 2018, Saurabh baru pertama kali ini mengikuti kejuaraan menembak senior dan langsung menang. Ia baru belajar menembak di daerahnya, Meerut di India, pada 2015 di Veer Shamai Rifle Club.
Baca: Eko Yuli Raih Emas, Indonesia Urutan 4 Daftar Perolehan Medali AG
Sebelumnya, dia berada pada ranking empat kejuaraan menembak dunia tingkat junior pada 2017. Catatan terakhirnya di kelas menembak junior adalah memenangi tiga medali emas di kejuaraan menembak dunia 2018 di Suhl, Jerman. "Saya menyukainya (menembak) sebagai hobi dan mau melakukan sesuatu untuk keluarga saya," katanya.
Di final 10 meter air pistol, ia menjadi petembak paling muda namun menunjukan ketenangan dan kedewasaan luar biasa. Ia tampil mengejutkan karena berhasil mengalahkan petembak senior juara dunia hingga peraih medali Olimpiade. Dari babak kualifikasi, ia melejit di peringkat pertama dengan total 586 poin. "Kuncinya adalah jangan terlalu banyak berfikir," ujarnya.
Sebagai atlet muda yang baru menang, Saurabh terlihat tidak banyak bicara. Raut mukanya sangat tenang, tidak menunjukan euforia kemenangan yang berlebihan dikemenangan perdananya di Asian Games.
Baca: Achmad Hulaefi Belum Ingin Pensiun Usai Asian Games 2018
"Kalau saya berlidah panjang, atau terlalu banyak bicara, mungkin saya tidak akan memenangkan medali. Kuncinya adalah jangan berfikir banyak," katanya.
Saurabh meraih nilai tertinggi di final dengan 240,7 poin. Ia mengalahkan petembak Jepang, Tomoyuki Matsuda, yang harus puas meraih perak dengan perolehan 239,7 poin.
Padahal, Tomoyuki adalah petembak ranking lima dunia yang sudah memenangkan banyak medali kejuaraan dunia.
Selain itu, Saurabh juga mengalahkan petembak Korea Selatan Jongoh Jin, peraih empat medali emas menembak Olimpiade. Jongoh terlihat tampil buruk di final sehingga hanya mengumpulkan 178,4 poin dan tercecer diperingkat lima.
Jalannya final berlangsung seru karena awalnya Tomoyuki Matsuda dari Jepang terus memimpin di posisi pertama. Petembak berusia 42 tahun ini hingga pertengahan kompetisi unggul lumayan jauh, bahkan hingga berbeda satu digit dengan Saurabh. Namun, pada tembakan terakhir, Tomoyuki menembak sedikit melenceng sehingga hanya meraih 8,9 poin.
Sebaliknya, Saurabh menembak dengan sempurna dan 10,2 poin sehingga menyalip Tomoyuki untuk memenangkan final. "Tidak, itu bukan keberuntungan pemula. Dia memang hebat," kata Tomoyuki Matsuda ketika ditanya apakah kemenangan Saurabh adalah keberuntungan semata.
Ia menilai petembak muda India itu punya potensi besar. Karena olahraga menembak butuh konsistensi, ia berpesan agar setiap atlet muda jangan merasa cepat puas setelah juara di AG 2018. Terlalu banyak berfikir keberhasilan tidak baik dalam olahraga itu, yang diperlukan adalah lebih banyak berlatih dan mengikuti banyak kompetisi.
"Saya akan menunggunya di Olimpiade Tokyo, Jepang, 2010," kata Tomoyuki memuji Saurabh.