TEMPO.CO, Jakarta - Sapto Yogo Pratomo tinggal menjaga kebugaran tubuhnya menjelang Asian Para Games 2018 yang akan digelar di Jakarta pada 6-13 Oktober mendatang. Dia telah melewati latihan berat di pemusatan latihan nasional di Solo selama tujuh bulan terakhir.
Menjadi salah satu atlet andalan Indonesia untuk menyumbang medali emas di Asian Para Games 2018 tak membuat Sapto jumawa. Justru sebaliknya, atlet muda sarat prestasi di cabang paling bergengsi di atletik ini lebih memilih terus berfokus mengikuti program-program latihan di Solo.
Baca: Menpora Targetkan 16 Emas di Asian Para Games 2018
“Persiapan untuk Asian Para Games 2018 sudah sangat baik. Sekarang lebih mengutamakan jaga kondisi dan stamina saja. Soal teknik, saya sudah sangat siap,” kata atlet asal Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, itu saat ditemui di Stadion Sriwedari, Kota Solo, kemarin.
Sapto bersama 300 atlet lainnya dari berbagai cabang telah mengikuti pemusatan latihan nasional di Kota Solo sejak Januari lalu. Selanjutnya, Sapto bersama puluhan atlet dari cabang atletik akan mulai berlatih dan beradaptasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada 1 Oktober mendatang.
Dalam Asian Para Games 2018, Sapto akan mengikuti tiga nomor lari, yaitu 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Di nomor ini, dia akan tampil di kelas T37 untuk atlet yang punya gangguan fungsional pada tangan dan kaki. “Meski lawannya lebih berat, saya optimistis dapat memberikan yang terbaik,” kata penyandang disabilitas cerebral palsy (CP) yang baru merayakan ulang tahun ke-20 pada 17 September lalu.
Cerebral palsy adalah gangguan gerakan, otot, atau postur yang disebabkan cedera atau gangguan perkembangan di otak. “Disabilitas ini bermula sejak saya baru berumur 3 bulan. Saat itu saya kena panas tinggi, step juga, akhirnya jadi begini,” kata Sapto sambil menunjukkan lengan dan jemari kanannya yang agak menekuk serta kaki kanannya yang timpang saat berjalan.
Baca: 5 Atlet Dunia yang Akan Bersaing di Asian Para Games 2018
Sapto baru menyadari tubuhnya berbeda dengan teman-temannya setelah masuk sekolah dasar. “Saat masih TK rasanya biasa saja,” kata Sapto. Masa-masa terberat sebagai penyandang disabilitas baru dia rasakan setelah masuk sekolah menengah pertama. “Di SMP saya mulai ramai di-bully. Ada yang bilang saya tidak normal sebelah, dan lain-lain,” kata putra kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Tulusno dan Umiyati itu.
Tidak betah dengan bermacam perundungan secara verbal, seperti gunjingan, olok-olokan, hingga cacian, Sapto terpaksa sering membolos sekolah. “Guru sampai sering datang ke rumah. Orang tua juga terus menyemangati agar saya tetap mau bersekolah,” kata Sapto.
Setelah lulus SMP, Sapto mulai merasa nyaman bersekolah di SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang karena tidak pernah lagi dirisak teman-temannya. Di SMK itu pula Sapto mulai mengasah bakatnya sebagai atlet, khususnya di nomor lari jarak pendek dan lompat jauh.
“Awalnya karena guru olahraga, Bu Winda Prasepti, melihat saya punya bakat di atletik. Sejak itu beliau menganjurkan saya agar ikut tim atletik,” kata Sapto, yang akhirnya menjadi atlet sejak 2016.
Di awal kariernya sebagai pelari, Sapto langsung meraih prestasi yang gemilang. Mewakili Jawa Tengah dalam Pekan Paralimpik Nasional XV/2016 Jawa Barat, Sapto—yang saat itu masih kelas II SMK—berhasil meraih lima medali emas dari lima nomor pertandingan yang diikutinya, yaitu lari 100 meter, lari 200 meter, lari estafet 4 x 100 meter, lari estafet 4 x 400 meter, dan lompat jauh.
Sejak itulah Sapto dirangkul National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) mengikuti pelatnas untuk ASEAN Para Games IX Malaysia 2017. Meski baru sekali itu berlaga dalam kompetisi tingkat internasional, Sapto langsung meraih dua medali emas dari nomor lari 100 meter dan 200 meter serta perak dari lompat jauh. Kini medali akan ia kejar di Asian Para Games.
DINDA LEO LISTY