TEMPO.CO, Jakarta - Atlet judo putri Indonesia Miftahul Jannah terdiskualifikasi dari pertandingan judo tuna netra Asian Para Games 2018 karena enggan mengikuti aturan pertandingan yaitu melepas jilbab. Menurut ketua panitia pelaksana judo Indonesia Perry Pantouw, secara internasional memang peraturannya begitu.
"Itu memang peraturan begitu, itu sebenarnya sudah diinformasikan ke atlet-atletnya dan aturan ini sudah ada sejak tahun 2012 kayaknya, sudah lama itu aturan," ujar Perry saat ditemui di venue judo, JIExpo Kemayoran, Jakarta Utara, pada Senin, 8 Oktober 2018. "Saya juga kurang mengerti kok mereka begitu, saya juga bertanya tanya nih kenapa mereka enggak mengikuti aturan coba tanyakan mereka saja sama manager pelatihnya."
Miftahul enggan melepas jilbab ketika bertanding karena tidak mau auratnya terlihat lawan jenis. Atlet berusia 21 tahun itu, telah menginjak matras pertandingan dan enggan melepas jilbab pada pertandingan kelas 52 kilogram.
Menurut Perry, ketika atlet sudah ke arena seharusnya wajib buka head cover atau apa itu. Kemudian, Perry melanjutkan setelah selesai bertanding boleh di pakai kembali. "Pokoknya selama diarena tidak boleh, itu kan sebenarnya untuk keamanan Atlet juga. Judo itu kan bergumul apa segala macem cekek-cekekan, nantinya kan kena leher malah melukai dirinya sendiri, lebih ke faktor safety, judo itu keras, rulesnya kita memang begitu biarpun mereka tuna netra," lanjutnya yang juga menggeluti olah raga Judo sejak usia 8 tahun.
Menurut penanggung jawab pertandingan judo Asian Para Games 2018 Ahmad Bahar, Miftahul mendapatkan diskualifikasi dari wasit karena ada aturan wasit dan aturan pertandingan tingkat internasional di Federasi Olahraga Buta Internasional (IBSA). Aturan tersebut menyebutkan bahwa pemain tidak boleh menggunakan jilbab dan harus lepas jilbab saat bertanding.
Bahar juga sudah mengarahkan atlet, tapi tetap tidak mau. Bahkan, kata Bahar, dari Komite Paralimpiade Nasional (NPC), tim Komandan Kontingen Indonesia sudah berusaha dan mendatangkan orang tua dari Aceh untuk memberi tahu demi membela negara.
"Hal yang perlu ditekankan adalah juri bukan tidak memperbolehkan kaum muslim untuk ikut pertandingan. Aturan internasional mulai 2012, setiap atlet yang bertanding pada cabang judo tidak boleh berjilbab karena dalam pertandingan judo ada teknik bawah dan jilbab akan mengganggu," ujar Bahar, sebagaimana dikutip laman Antara.
Meskipun begitu, Perry kembali menjelaskan bahwa judo untuk penyandang disabilitas memiliki rules yang spesifik. Untuk tuna netra, misalnya, jadi ketika masuk atlet itu digandeng sama wasit, kemudian wasit harus di tengah, sebelum memulai pertandingan kedua atlet berpegangan.
"Terus kalau misalkan mereka mau ke garis kuning kan wasitnya teriak-teriak, 'jokai.. jokai.. jokai..' mereka kan mengandalkan pendengaran saja sama feeling. Dan wasit juga enggak boleh kemana-mana tuh dia musti di center dan teriak gitu, pasti atlet akan ke tengah lagi untuk tidak sampai ke garis kuning," kata Perry.
Sementara, untuk level Pelatnas, Perry menambahkan, memang kalau di nasional ada toleransi. Karena, kata dia, supaya lebih banyak lagi penggemar judo, penggemar judo di Indonesia sedikit.
"Orang kita dan anak-anak itu kan lebih suka olah raga permainan seperti sepak bola, basket dan voli. Saya juga awalnya tidak suka judo, tapi karena didorong sama keluarga jadi suka, tapi memang cape latihannya berat, olah raga paling berat itu jodo, gulat sama MMA," lanjutnya.