Ketiganya bakal bertanding di seluruh nomor yang diperlombakan di kelas T 54, salah satu dari dua kelas dalam cabang olahraga balap kursi roda.
"T 54 itu istilahnya kelas kuat. Atletnya tidak ada masalah pada punggung, hanya pinggang ke bawah saja (yang menderita gangguan fungsi atau cacat). Satunya lagi kelas T 53 untuk atlet yang punya masalah pada punggung (seperti skoliosis)," kata Doni Yulianto, saat ditemui Tempo di Hotel Kusuma Sahid, Kota Sol,o pada Kamis, 3 Mei 2018.
Doni mengatakan ada enam nomor yang dilombakan di kelas T 54, dari sprint sampai jarak jauh. Setiap atlet maksimal bisa mengikuti tiga nomor individual. Tiga nomor yang akan diikuti Doni adalah 800 meter, 1.500 meter, dan 5.000 meter.
Untuk kelas T 53, Indonesia hingga kini belum memiliki atlet yang mampu menembus batas catatan waktu yang menjadi syarat utama mengikuti Asian Para Games 2018.
"Balap kursi roda itu masuknya atletik, olahraga yang terukur. Jadi harus tembus limit atau paling tidak (catatan waktunya) mendekati limit untuk diasah lagi dalam pelatnas," kata Doni.
Dari pengalamannya selama ini menjadi pelatih di sejumlah yayasan, Doni mengatakan balap kursi roda sebenarnya ramai peminatnya. Sayangnya, olahraga tersebut membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup mahal. Bahkan, kursi roda balap yang paling mutakhir buatan Jepang harganya bisa mencapai kisaran Rp 250 juta.
"Balap kursi roda juga membutuhkan lintasan khusus. Beberapa negara tetangga sudah menggunakan track karpet. Sedangkan di Indonesia masih menggunakan track karet tabur, meski itu juga sudah masuk standar internasional," kata pembalap kursi roda 29 tahun asal Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, itu.
Doni menambahkan, piranti yang mumpuni memang menjadi salah satu syarat untuk meraih prestasi di cabang olahraga yang menggunakan peralatan. "Tapi, jangan hanya terlena oleh kendala keterbatasan alat. Kemauan bekerja keras dan disiplin latihan itulah kunci utamanya," kata peraih medali emas di nomor kursi roda 1.500 meter kelas T 54 putra di ASEAN Para Games 2017 itu.
Doni pun mengenang pada masa awal dia berjuang menjadi atlet balap kursi roda. "Dulu saya pakai kursi roda balap hasil modifikasi sendiri di tukang las. Semuanya dari besi. Beratnya sekitar 25 - 30 kilogram," kata Doni.Berkat kegigihannya berlatih dengan kursi roda balap super berat itu selama empat tahun, Doni kini enteng saja membesut kursi roda standar internasional berbahan aluminium dan karbon buatan Amerika yang beratnya hanya tujuh kilogram.
DINDA LEO LISTY