3. Faktor ekonomi juga jadi motivasi mereka menerjuni sepak takraw pada 2006. "Teman-teman sekolah SMA karena sepak takraw, soalnya di SMA itu atlet-atlet takraw digratiskan sekolahnya, jadi kami pun ikut,” ujar Lena. Toh, kesulitan ekonomi juga tetap membebani. Mereka kerap kesulitan memenuhi kebutuhan alat latihan, seperti sepatu. Kebetulan tetangga mereka ada yang jadi penampung rongsokan. "Yang nggak kejual biasanya dibuang di pinggir sungai, jadi (sepatu itu) kita ambil buat sekolah, buat latihan," kata Lena, dalam postingan Youtube Kemenpora.
4. Semangat pembuktian mengiringi langkah mereka menekuni sepak takraw. "Kami tak ingin mengecewakan yang memberi fasilitas. Mau tak mau harus buktiin. Kini sepak takraw jadi hobi, jadi prestasi. Hobi tapi dibayar kan enak banget," kata Lena. Enaknya sepak takraw juga dirasakan di luar arena. Mereka sudah mendapat pekerjaan dari pemerintah daerah berkat prestasinya. Keduanya juga bisa membiayai orang tuanya naik haji. Mereka mendaftarkan orang tuanya pada 2010 saat mendapat bonus Pekan Olahraga Daerah (Porda) dan ayah-ibu mereka sudah berangkat berhaji pada 2014. "Saat mereka berangkat kami sedang ada di Korea (Asian Games)," kata Lena.
#senINspirasi kali ini yuk kita mengenal atlet kembar andalan Indonesia di cabang olahraga sepal takraw, Lena dan Leni. Untuk bisa sampai sekarang, perjalanan mereka tidaklah mudah. pernah jadi buruh cuci sampai mengais sampah demi sepasang sepatu bekas. https://t.co/clM9xw5qjl
— KEMENPORA RI (@KEMENPORA_RI) August 13, 2018
5. Di lapangan keduanya gampang dikenali. Selain wajahnya mirip, kepala mereka selalu dibalut bandana dengan model sama. "Bukan gaya-gayaan. Kalau nggak pakai itu pada lecet dan berdarah kepalanya," kata Lena. Keduanya menyatakan sudah siap tempur untuk Asian Games 2018. Sepak takraw akan dipertandingkan pada 19 Agustus. "Sudah siap. Ibaratnya kalau main besok pun sudah siap. Makin cepat makin baik," kata Leni.
KEMENPORA