TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menjelaskan bahwa peristiwa yang dialami atlet blind judo Indonesia Miftahul Jannah merupakan profesionalisme pertandingan. Miftah telah didiskualifikasi karena melanggar peraturan enggan membuat jilbab saat pertandingan.
"Ini adalah sebuah pertandingan, dimana sesungguhnya bukan soal agama apa atau perbedaan apa, tapi ini merupakan persoalan antara prinsip atau regulasi yang harus sama-sama jalan. Harus dihormati," ujar Imam setelah konferensi pers di Main Press Center, GBK Arena, pada Selasa, 9 Oktober 2018.
Baca: Tinggalkan Judo, Miftahul Jannah Akan Jadi Atlet Catur
Miftah enggan membuka jilbabnya, karena tidak mau auratnya terlihat lawan jenis. Atlet berusia 21 tahun itu, telah menginjak matras pertandingan dan enggan melepas jilbab pada pertandingan kelas 52 kilogram, sehingga terdiskualifikasi dari pertandingan judo tuna netra Asian Para Games 2018 Senin kemarin, 8 Oktober 2018.
Imam juga memberikan apresiasi atas keputusan Miftah yang konsisten dengan prinsipnya. Menurut Imam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa dimana dirinya haris benar-benar mengagumi dan menghargai keputusan Miftah untuk menutupi auratnya.
"Dan itu yang dipertahankan meskipun sebelumnya tahu bahwa regulasinya tidak memungkinkan bertanding dengan penutup kepala. Dan itu murni olahraga, karena agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan, jadi di sisi lain regulasi federasi judo internasional harus di terapkan sebaik mungkin," kata Imam.
Peristiwa tersebut terulang kembali setelah tahun 2012 di Olimpiade, atlet judo Arab Saudi
Wojdan Shaherkani yang dilarang bertanding oleh ayahnya jika jilbab yang dipakainya dibuka. Namun, akhirnya Shaherkani tetap bertanding dengan menggunakan jilbab dimodifikasi yang hanya menutupi bagian rambut.
Baca: Miftahul Jannah Blak-blakan Soal Putusan Mempertahankan Jilbab
Kejadian Miftah ini, Imam melanjutkan, menjadi penyemangat bagi atlet dan lembaga lain, terutama federasi judo untuk mencari terobosan supaya ada hijab yang bisa di modifikasi dan dipakai oleh para judoka Indonesia. Karena, kata dia, tadi juga sudah di sampaikan oleh pelatih bahwa nemang ada gerakan-gerakan yang mengkhawatirkan bilamana terjadi cekikan jika memakai jilbab.
"Sekali lagi, jangan di bawa kepada soal diluar olahraga, jadi ini benar-benar murni olahraga dan pemerintah, saya akan mengawal agar ke depan regulasi judo harus diubah untuk memberikan ruang fleksibel kepada atlet muslimah. Tentu diharapkan sesuai dengan standar hijab yang bisa dipakai oleh judoka muslimah," kata Imam soal kasus Miftahul Jannah.