TEMPO.CO, Jakarta - Atlet angkat berat asal Indonesia, Sriyanti, berhasil meraih medali perak dari kelas 86 kilogram putri di Asian Para Games 2018. Baginya, medali itu menjadi bukti sempurnanya kebangkitan dia setelah sempat terpuruk karena kelumpuhan.
Ia pun menuturkan awal mula kelumpuhan yang dialaminya saat kecil. "Awalnya kalau jaman dulu itu kan kalau sakit langsung disuntik gitu aja, setelah itu kalau kata orang tua saya habis disuntik malamnya badan saya panas. Terus saya pengen berdiri tidak bisa, jatuh lagi jatuh lagi terus sampai enggak bisa," ujar wanita yang disapa Sri itu setelah pengalungan medali di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Oktober 2018.
Wanita berkursi roda itu menjadi orang yang suka mengurung diri. Sri hanya keluar ketika berangkat sekolah dengan diantar dan kembali pulang di jemput oleh orang tuanya. Wanita kelahiran 23 Oktober 1985 itu pada saat itu menjadi orang yang paling minder.
"Saya enggak pernah keluar kemana-mana, pergaulan enggak baik karena saya orangnya pemalu, ini pun saya ngomong gini aja sebenernya enggak percaya diri, saya juga sebenarnya enggak mau, paling takut kalau di wawancarai," kata Sri.
Kemudian pada suatu waktu, dia ditawari temannya bernama Harti yang juga atlet disabilitas cabang olah raga atletik untuk mengikuti olah raga angkat berat. Setelah itu Sri berminat dan diminta untuk berlatih gim.
"Aku nge-gim latihan setiap hari, kemudian ada kejurnas waktu itu didaftarkan dan mendapatkan emas. Ikut juga Peparnas dapat emas lagi, setelah itu tahun lalu ASEAN Para Games di Malaysia dapat perak kalah sama Filipina," ujar ibu satu anak itu.
Namun, perak yang ia raih di Asian Para Games 2018 ini menumbuhkan perasaan senang dan sedih. Karena, ia tidak bisa mendapatkan emas hanya karena kalah berat saja. "Sebenarnya untuk emas peluangnya ada dan sangat besar. Tadi tuh ada salah teknis, jadi saya di angkatan ketiga itu buru-buru dan grogi. Sebenarnya bisa dan sudah saya kuasai," lanjut Sri.