7 Kejadian Dramatis di Arena Asian Games 2018
Reporter
Antara
Editor
Nurdin Saleh
Sabtu, 25 Agustus 2018 15:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang sudah memunculkan beberapa kisah dramatis yang terjadi di berbagai arena pertandingan. Inilah tujuh di antaranya:
1. Jatuhnya atlet paralayang asal Afganistan Lida Hozoori dari ketinggian 15 meter saat bertanding Puncak Mas, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 23 Agustus. Lida gagal mendarat dengan mulus karena parasutnya kolap yang diduga karena adanya tiupan angin mendadak. Akibatnya, ia mengalami patah kaki dan tulang rusuk sehingga harus dilarikan ke Rumah Sakit Gatot Subroto.
2. Kegagalan lifter andalan Indonesia Triyatno meraih medali gara-gara terjadi miskomunikasi antara atlet, pelatih dan asisten pelatih saat bertanding pada kelas 69 kg putra. Triyatno yang tampil pada final Grup A akhirnya hanya menempati posisi keempat dengan total angkatan 329 kg (snatch 147 kg, clean and jerk 182 kg).
Miskomunikasi terjadi di momen angkatan clean and jerk. Seharusnya, Triyatno mengawali angkatan clean and jerk dengan bobot 180 Kg, tapi angkatan pertamanya justru menempatkan angka 175 Kg karena pelatih belum menambahkan bebannya.
Mengapa menjadi dramatis? Karena selisih total angkatan peraih medali perak asal Uzbekistan dan peraih medali perunggu asal Kirgizstan hanya 1 Kg saja. Pada akhirnya, Triyatno hanya bisa menempatkan 182 Kg pada angkatan kedua dan 186 kg pada angkatan ketiga. Menurut Triyatno, 186 Kg seharusnya ditempatkan pada angkatan kedua.
Selanjutnya: Drama Anthony Ginting dan Timnas U-23
<!--more-->
3. Kegagalan Tim beregu putra bulu tangkis Indonesia di final saat berhadapan dengan Cina. Anthony Ginting sebagai pemain tunggal mengalami cedera saat berhadapan dengan Shi Yuqi. Pertandingan ini berlangsung dramatis karena Anthony harus berjuang mati-matian hingga kakinya harus diseret. Pada akhirnya ia harus berhenti di saat skor 20-21 pada game ketiga.
4. Kejadian didiskualifikasi dua tim yang berlaga di nomor estafet 4x100 meter gaya ganti putri cabang olahraga renang. Awalnya, Jepang menjadi meraih emas di nomor estafet 4x100, kemudian disusul Cina dan Korea Selatan yang meraih perak dan perunggu, namun akhirnya hasil itu dibatalkan juri.
Juri memutuskan membatalkan perolehan medali perak dan perunggu bagi China dan Korea Selatan karena mereka meloncat terlalu cepat saat pergantian perenang. Dengan keputusan akhir ini, tim estafet Hong Kong naik ke posisi kedua dan berhak atas medali perak dan tim Singapura meraih perunggu.
5. Kegagalan Timnas sepak bola putra Indonesia di babak 16 besar atas Uni Emirat Arab dalam adu penalti 4-3 setelah bermain dalam hingga menit tambahan 2-2. Padahal Indonesia menjadi juara Grup A yang juga dihuni Palestina, Hong Kong, Laos, dan Taiwan. Dalam laga itu, dua gol lawan tercipta dari tendangan penalti yang dinilai tak layak diberikan oleh wasit.
Selanjutnya: Drama tim sepak bola putri dan jetski
<!--more-->
6. Kegagalan Timnas sepak bola putri melaju ke babak 8 besar lantaran kalah selisih satu gol dari Hong Kong. Indonesia jika bisa menahan hanya kebobolan 11 gol dari Korsel maka akan berlanjut ke fase berikutnya, namun, pada pertandingan itu Indonesia dipukul 0-12, dan lebih menyediakan gol ke-12 lawan tercipta di ujung babak.
7. Kegagalan dua kakak beradik Aero Sutan Aswar dan Aqsa Sutan Aswar meraih medali emas karena terjadinya kerusakan mesin. Aqsa yang sudah memimpin di tiga race harus mengubur impiannya meraih emas setelah jetski yang dipakainya tiba-tiba mati di tengah pertandingan nomor rounabout limited di Ancol, Jakarta. Aqsa harus puas hanya meraih medali perunggu, sementara kakaknya Aero meraih perak Asian Games.